Avatara Dalam Hindu
Narashima
Pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman
kebenaran), seorang raja asura Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang
berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang
yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama
Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat
berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah Brahma
berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar
ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun
Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya
Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan
ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak
bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam
ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata.
Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.
Sementara ia meninggalkan
rumahnya untuk memohon berkah, para dewa yang dipimpin oleh Dewa Indra,
menyerbu rumahnya. Narada datang untuk menyelamatkan istri Hiranyakasipu yang
tak berdosa, bernama Lilawati. Saat Lilawati meninggalkan rumah, anaknya lahir
dan diberi nama Prahlada. Anak itu dididik oleh Narada untuk menjadi anak yang
budiman, menyuruhnya menjadi pemuja Wisnu, dan menjauhkan diri dari sifat-sifat
keraksasaan ayahnya.
Mengetahui para dewa
melindungi istrinya, Hiranyakasipu menjadi sangat marah. Ia semakin membenci
Dewa Wisnu, dan anaknya sendiri, Prahlada yang kini menjadi pemuja Wisnu.
Namun, setiap kali ia membunuh putranya, ia selalu tak pernah berhasil karena
dihalangi oleh kekuatan gaib yang merupakan perlindungan dari Dewa Wisnu. Ia
kesal karena selalu gagal oleh kekuatan Dewa Wisnu, namun ia tidak mampu
menyaksikan Dewa Wisnu yang melindungi Prahlada secara langsung. Ia menantang
Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada menjawab, "Ia ada
dimana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul".
Mendengar jawaban itu,
ayahnya sangat marah, mengamuk dan menghancurkan pilar rumahnya. Tiba-tiba
terdengar suara yang menggemparkan. Pada saat itulah Dewa Wisnu sebagai
Narasinga muncul dari pilar yang dihancurkan Hiranyakasipu. Narasinga datang
untuk menyelamatkan Prahlada dari amukan ayahnya, sekaligus membunuh
Hiranyakasipu. Namun, atas anugerah dari Brahma, Hiranyakasipu tidak bisa mati
apabila tidak dibunuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tepat. Agar berkah
dari Dewa Brahma tidak berlaku, ia memilih wujud sebagai manusia berkepala
singa untuk membunuh Hiranyakasipu. Ia juga memilih waktu dan tempat yang
tepat. Akhirnya, berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku. Narasinga berhasil
merobek-robek perut Hiranyakasipu. Akhirnya Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh
Narasinga, karena ia dibunuh bukan oleh manusia, binatang, atau dewa. Ia
dibunuh bukan pada saat pagi, siang, atau malam, tapi senja hari. Ia dibunuh
bukan di luar atau di dalam rumah. Ia dibunuh bukan di darat, air, api, atau
udara, tapi di pangkuan Narasinga. Ia dibunuh bukan dengan senjata, melainkan
dengan kuku.
Kurma
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura dan mengapung di
lautan susu. Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta
yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba
mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan
sebuah gunung yang bernama Gunung Mandara Giri, yang digunakan untuk
mengaduknya. Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan Naga
Wasuki (Naga Basuki) dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut
dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak
terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa
Wisnu mengambil alih.
Kalki
Berbagai tradisi memiliki
berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan
mengapa Kalki Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara
yaitu beliau adalah Awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber
mengatakan nama kudanya “Devadatta” (anugerah Dewa) dan dilukiskan
sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk
memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali, kemudian menegakkan kembali
Dharma dan memulai zaman yang baru.
Salah satu sumber yang
pertama kali menyebutkan istilah Kalki adalah Wisnu Purana, yang diduga muncul
setelah masa Kerajaan Gupta sekitar abad ke-7 sebelum Masehi. Wisnu adalah Dewa
pemelihara dan pelindung, salah satu bagian Trimurti, dan merupakan penengah
yang mempertimbangkan penciptaan dan kehancuran sesuatu. Kalki juga muncul di
salah satu dari 18 kitab Purana yang utama, Agni Purana. Kitab purana yang
memuat khusus tentang Kalki adalah Kalki Purana. Di sana dibahas kapan, dimana,
bagaimana, dan mengapa Kalki muncul.
Moral:
Dari 3 avatara Diatas, semua avatara datang
bertujuan untuk menegakan dharma dan mengalahkan adharma yang merajalela hingga
tercipta perdamaian.
Refleksi:
Kita harus menjaga hubungan antara manusia-tuhan,
manusia-alam sekitar dan manusia-manusia, dengan cara tri kaya parisuda yaitu
berbuat, berbicara dan berpikir.\
Klik dibawah untuk melihat 7 awatara:
Tingkatkan prestasi dan semangat belajar kamu
BalasHapus