AJARAN TAT TWAM ASI DALAM HINDU
OLEH :
NYOMAN ARYA SANTYABUJANGGA
Email : 01090000346@cikal.co.id
Pengertian Tat Twam Asi
Tat Twam Asi berasal dari
ajaran agama Hindu di India. Artinya : “aku adalah engkau, engkau
adalah aku”. Filosofi yang termuat dari
ajaran ini adalah bagaimana kita bisa berempati, merasakan apa yang tengah
dirasakan oleh orang yang di dekat kita. Ketika kita menyakiti orang lain, maka
diri kita pun tersakiti. Ketika kita mencela orang lain, maka kita pun tercela.
Maka dari itu, bagaimana menghayati perasaan orang lain, bagaimana mereka
berespon akibat dari tingkah laku kita, demikianlah hendaknya ajaran ini
menjadi dasar dalam bertingkah laku. Di dalam bahasa Sansekerta, kata ”tat”
berasal dari suku kata ”tad” yang berarti ”itu” atau ”dia”. Kata ”tvam’ berasal
dari suku kata ”yusmad” yang berarti ”kamu” dan ”asi” berasal dari urat kata ” as(a) ” yang
berarti ”adalah”. Jadi secara sederhana kata ”Tat Twam Asi” bisa diartikan ”
kamu adalah dia” atau ”dia adalah kamu”.
Tat Twam Asi Dalam Kehidupan
Dalam upaya mewujudkan kehidupan
yang Kreta Jagadhita atau kehidupan yang sejahtera dan rukun, selain konsep
“Tat Twam Asi” diterapkan sehari-hari antar sesama, juga perlu diterapkan dalam
kehidupan intern umat beragama. Agar kerukunan ini tercapai, perlu
diterapkannya konsep “Tat Twam Asi”.
Bila dihayati, keadaan yang beraneka ragam agama akan
mewujudkan suatu keindahan. Berbhineka dalam keesaan (berbeda dalam kesatuan/unity in diversity). Seperti halnya
saebuah taman bunga yang tumbuh di sekeliling taman membuat taman menjadi
indah. Kita sebagai komponen bangsa Indonesia harus menyadarai kondisi yang
demikian. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa keberhasilan dalam mewujudkan
kemerdekaan bangsa Indonesia berkat tergalangnya rasa persatuan dan kesatuan
bangsa, sehingga kita mampu mewujudkan kemerdekaan.
Selain implementasi
di atas, contoh
yang lain adalah ketika kita melakukan kegiatan yang saleh
terhadap orang lain, seperti memberi sedekah. Karena dia adalah kamu dan kamu
adalah dia, dengan demikian, sekarang dia (salah satu roh) menerima sedekah
dari kamu (yang juga merupakan sang roh), maka suatu hari dia mesti dan pasti
akan memberi sedekah kepadamu. Itu merupakan hukum alam. Sama halnya sekarang
kamu membunuh dia di dalam bentuk seekor binatang, karena sang roh diuraikan
berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meninggal di dalam
proses reinkarnasi, ”dehino smin yatha
dehe kaumaram yauvanam jara” , maka suatu hari nanti waktu akan mengatur
dimana dia akan mendapat badan manusia dan kamu mendapat badan binatang. Saat
itu, giliran dia yang akan membunuh kamu. Ini merupakan suatu keadilan Tuhan di
dalam bentuk hukum alam. Dengan demikian, ajaran tat tvam asi juga bisa diambil
dari segi sosial seperti contoh diatas. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah
dia, maka kita harus berusaha memperlakukan setiap jiva dengan baik seperti
kita memperlakukan diri kita sendiri. Kalimat “Tat Twam Asi” dalam arti ini
sangat berhubungan erat dengan istilah Tri Hita Karana, yaitu bagaimana
seharusnya kita, sebagai makhluk sosial, berhubungan dengan lingkungan di
sekitar kita yaitu alam beserta isinya dan menyadari bahwa semuanya adalah
ciptaan Tuhan. Karena itu kita semestinya memelihara ciptaan Tuhan seperti kita
memelihara diri kita sendiri.
Dengan demikian kesejahteraan semua umat akan tercapai dengan diterapkannya
konsep “Tat Twam Asi” ini.
Tat twam asi dalam
cerita Ramayana dan Mahabharata
Ramayana
Berita
tentang akan diangkatnya Rama sebagai yuwa raja (putra mahkota) disambut
gembira oleh rakyat Kosala, kecuali seorang. Orang itu adalah Mantara. Ia
adalah salah satu dayang dari Dewi Keikayi. Mantara sangat iri dengan
pengangkatan Rama sebagai yuwa raja.Ia menginginkan agar anak junjungannyalah
yang menjadi yuwa raja.Ia lalu menghadap junjungannya, agar mau mengusulkan
kepada raja, agar pengangkatan Rama sebagai yuwa raja dibatalkan. Sebaliknya,
Bharatalah yang diangkat menjadi yuwa raja. Rama supaya hidup di dalam hutan
selama 14 tahun.
Mula-mula
Dewi Kejkayi tidak setuju dengan usul Mantara. Tetapi, karena pintarnya Mantara
membuat hasutan, akhirnya Dewi Keikayi menyetujui usul Mantara tersebut. Tetapi
ia masih ragu-ragu, apakah usulnya akan bisa diterima oleh Raja. Mantara lalu
mengingatkan Dewi Keikayi akan peristiwa beberapa tahun yang lalu.Pada waktu
itu Dasarata terlibat dalam suatu peperangan. Darasata terluka.Dewi Keikayi
membawanya ke tempat yang aman, dan merawat luka-lukanya. Sehingga jiwanya
terselamatkan. Karena berkenan dengan pengabdian Dwi Keikayi, Sang Raja lalu
berjanji akan memenuhi dua permohonan Sang Dewi. Pada waktu itu Dewi Keikayi
belum mempunyai suatu kepentingan.
Diingatkan
dengan peristiwa itu, dan karena pandainya Mantara memberikan suntikan, maka
tergugahlan hati Dewi Keikayi. Ia lalu mengajak Mantara menghadap Sang Raja.
Dewi Keikayi mengingatkan janji Sang Raja, dan sekaranglah waktunya janji itu
diminta. Yang pertama, penobatan Rama sebagai yuwa raja dibatalkan, digantikan
oleh Sang Bharata. Yang ke dua, Rama supaya disuruh tinggal di hutan Dandaka
selama 14 tahun.
Sang
Darata sangat kaget mendengar permintaan tersebut. Tetapi karena janji sudah
terlanjur diucapkan, mau tidak mau harus dipenuhi. Maka dipanggillah Rama untuk
diberitahu tentang hal itu. Setelah Rama menghadap, Dasarata tidak sanggup
berkata-kata. Dadanya terasa sesak dihimpit oleh perasaan cinta dengan anak,
dan janji yang harus dipenuhi.Karena tidak sanggup berkata-kata, maka Dewi
Keikayilah yang menjelaskan tentang janji ayahnya tersebut. Rama memutuskan
untuk melaksanakan janji tersebut, karena tidak ingin ayahnya ingkar janji.
Setelah
pamitan kepada ayahnya dan kepada Dewi Keikayi, dia menghadap ibunya, untuk
menjelaskan permasalahannya, dan mohon doa restu. Selanjutnya ia juga
berpamitan kepada Dewi Sumitra, kepada Sita, dan kepada Laksamana. Sita
menyatakan akan mengikuti Rama pergi ke hutan. Semula Rama tidak mengijinkan
Sita ikut ke hutan, karena dia tidak sampai hati melihat Sita menderita di
dalam hutan. Sita bersikeras untuk ikut ke hutan, dengan alasan , seorang istri
harus selalu berada di samping suaminya dalam suka maupun duka. Laksamana juga
bersikeras ingin ikut, dengan alasan ingin bersama Rama menghadapi segala
sesuatu di dalam hutan. Dengan demikian, berangkatlah mereka bertiga menuju
hutan Dandaka.
Mahabharata
Berdasarkan cerita Sang Hyang Narada,
Yudistira bermaksud mengadakan uacara Rajasuya. Bhagawan Byasa dan Krishna membuat
persiapan untuk Rajasuya. Tamu-tamu mulai berdatangan, upacara Rajasuya
berjalan lancar.
Upacara
penobatan selesai. Acara dilanjutkan dengan upacara penghormatan kepada para
tamu. Atas saran Bhisma, yang dijadikan tamu kehormatan adalah Krishna.Penghormatan
dengan mencuci kaki dilakukan oleh Shadewa. Beberapa pangeran tidak senang
penghormatan diberikan kepada Krishna. Tetapi mereka (kecuali Supala) tidak ada
yang berbicara.Hanya Si Supala yang angkat bicara. Ia mengatakan bahwa nasehat
seorang anak sungai merupakan nasehat yang tidak benar.Ia lalu
menjelek-jelekkan Bhisma, tetapi Bhisma tetap tenang. Ketika Bhima bertanya
kepada Bhisma mengapa tidak bereaksi? Bhisma lalu menceritakan riwayat Si
Supala.
Si
Supala menantang Krishna untuk perang tanding. Sebagai kesatrya, Krishna tidak
boleh menolak tantangan itu. Ia juga sudah siap membunuh Si Supala, karena Si
Supala telah melakukan dosa lebih dari seratus kali. Si Supala tewas kena cakra
Krishna, dan rohnya lenyap di kaki Krishna. Pada waktu Krishna melempar cakra
kepada Si Supala, salah satu jari tangan Krishna terluka kena goresan Cakra.
Melihat kejadian itu, Dewi Drupadi yang berada di sana merasa iba. Dewi Drupadi
kemudian merobek kain sarinya untuk membalut luka Krishna, supaya darahnya
berhenti keluar. Krishna berkata,”Dewi Drupadi, pertolonganmu ini suatu saat
akan aku balas”.
Setelah
seluruh rangkaian upacara selesai, semua tamu pulang ke negerinya
masing-masing.Duryodana, Dursasana, Sakuni, dan Radeya masih tinggal disana
untuk melihat-lihat bale sabha.Duryodana merasa kagum dengan bale sabha itu,
dan merasa iri dengan Pandawa.Ia sering merasa tertipu oleh sabha itu. Ia
tercebur kedalam kolam, karena ia mengira di sana tidak ada air. Ia berjalan
hati-hati karena ia mengira menyebrangi kolam.Ia terbentur pada dinding kaca,
karena ia mengira itu ruangan tanpa dinding. Ia ditertawai oleh Dewi Drupadi.
Ia merasa terhina, dan ia pergi tanpa pamit.
Setelah
melihat kemegaham sabha Indraprasta, Sakuni dan Duryodana mengusulkan kepada
Dristarastra untuk membangun sabha.Dristrastra setuju, dan memerintahkan untuk
membangun sabha di Jayanta, kota kecil di luar Hastina.
Setelah
sabha selesai, Drstarastra menyuruh Widura mengundang Pandawa untuk melihat
sabha tersebut, dan tinggal beberapa hari di sana sambil bermain dadu. Pada
prinsipnya Yudistira tidak setuju dengan permainan dadu, tetapi karena ia
berprinsip tidak akan pernah tidak mentaati perintah kaum tua, maka undangan
itu di terimanya.
Dalam
permainan dadu itu Yudistira mengalami kekalahan. Semua harta bendanya habis
dipertaruhkan, termasuk saudara-saudaranya, serta Drupadi. Semuanya kalah.
Duryodana
menyuruh salah seorang pegawai istana memanggil Drupadi di penginapan, agar
menghadap ke sabha sebagai budak, karena dijadikan taruhan. Drupadi menolak untuk
datang ke sabha. Duryodana menyuruh adiknya Dursasana untuk menyeret Drupadi ke
sabha. Drupadi berusaha lari menuju tempat kediaman Dewi Gandhari, dengan
maksud mencari perlindungan.Dursasana terus mengejar, dan menjambak rambutnya
hingga tergerai lalu diseret ke sabha.Salah seorang diantara seratus Korawa
yaitu Wikarna berdiri, dan menyuruh Dursasana melucuti pakaian para Pandawa dan
Drupadi.Pandawa melepas pakaiannya dengan sukarela. Dursasana melepas pakaian
Drupadi dengan paksa.Drupadi mengharapkan pertolongan dari seseorang, tetapi
tidak seorangun tergerak untuk menolongnya, maka ia menyerahkan nasibnya kepada
Tuhan.Dursasana terus menarik kain Drupadi, tetapi suatu keanehan terjadi. Kain
Drupaddi tidak habis-habisnya, sampai Dursasana kelelahan dan terduduk.
Ternyata yang membantu Drupadi adalah Krishna. Akhirnya selamatlah Drupadi dari
perbuatan para Korawa untuk mempermalukan dirinya di depan orang banyak.